Laman

Minggu, 23 Desember 2012

PEMBUBARAN BP MIGAS (BI-01-SS-12)

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (disingkat: BPMIGAS) adalah lembaga yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 16 Juli 2002 sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia. Dengan didirikannya lembaga ini melalui UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta PP No 42/2002 tentang BPMIGAS, masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama yang sebelumnya dikerjakan oleh PERTAMINA selanjutnya ditangani langsung oleh BPMIGAS sebagai wakil pemerintah. Dalam menjalankan tugas, BPMIGAS memiliki wewenang: • membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi kegiatan operasional KKKS • merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS • mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor KKKS • membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara • melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Pembubaran BPMIGAS Pada tanggal 13 November 2012, Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. Putusan MK itu berawal dari pengajuan Judicial Review oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan (ormas), di antaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jamiyatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, dan IKADI. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. Para tokoh itu dibantu oleh kuasa hukum Dr Syaiful Bakhri, Umar Husin, dengan saksi ahli Dr Rizal Ramli, Dr Kurtubi dan lain-lain. MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BPMIGAS dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu Frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.Pemerintah memutuskan mengeluarkan Perpres No 95/2012 untuk membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas), sebagai langkah pasca putusan Mahkamah Konsitusi tersebut. BP Migas adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 16 Juli 2002 sebagai pembina dan pengawas kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan pemasaran migas Indonesia. Artinya, hingga kini BP Migas telah berjalan selama lebih dari 10 tahun. Namun berbagai desakan dari beberapa ormas dan beberapa tokoh akhirnya memunculkan titik akhir dari BP Migas. MK menilai BP Migas yang diatur dalam UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga harus dibubarkan. Selain keberadaan BP Migas yang dianggap inkonstitusional, MK juga menilai UU Migas yang menjadi payung hukum lahirnya badan tersebut dianggap membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. Pola unbundling yang memisahkan kegiatan hulu dan hilir ditengarai sebagai upaya pihak asing untuk memecah belah industri migas nasional sehingga mempermudah penguasaan. Memang tak dapat dimungkiri bahwa begitu banyak kontrak karya dengan KKKS yang terjadi dengan pihak asing justru merugikan Indonesia. Setidaknya terdapat dua alasan mengapa 10 tahun yang lalu dibentuk BP Migas. Pertama, untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kooptasi politik. Kedua, untuk menciptakan sebuah profesionalisme pengelolaan migas Indonesia. Keberadaan BP Migas menjadi jembatan antara pemerintah dengan dunia usaha migas. BP Migas dibentuk sebagai lembaga independen mengingat investasi migas setiap tahunnya mencapai Rp150 triliun-250 triliun. Alasan-alasan ini menjadi bukti nyata bahwa sesungguhnya keberadaan BP Migas merupakan sesuatu yang sangat penting bagi migas Indonesia kala itu. Karena itu, secara awam bisa kita lihat bahwa masalahnya bukan ada atau tidak BP Migas, melainkan bagaimana sistem kerja BP Migas selama ini (not what,vbut how?). Keputusan MK membubarkan BP Migas seolah menjadi keputusan yang terburu-buru di saat Komisi VII DPR RI juga sedang membahas amandemen UU Migas. Seakan-akan saat ini sedang terjadi insinergisitas antara lembaga legislatif dan yudikatif Indonesia. Namun, keputusan final dan mengikat yang telah diambil oleh MK tetap harus dihargai. Presiden SBY juga sudah mengambil langkah darurat untuk mengatasi implikasi berupa stagnasi KKKS yang terjadi pasca-pembubaran BP Migas dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 95/2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pelaksanaan tugas, fungsi, dan organisasi BP Migas dialihkan kepada Kementerian ESDM hingga muncul peraturan baru. Selain itu, disebutkan pula bahwa KKKS yang sudah berjalan akan tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir. Presiden memang sudah mengambil langkah cepat dalam mengatasi tragedi pembubaran BP Migas ini.Namun mari melihat implikasi apa saja yang mungkin terjadi ketika semua tugas dan fungsi BP Migas dialihkan kepada Kementrian ESDM. Fokus pertanyaan publik saat ini adalah apakah Kementrian ESDM sudah dapat disebut sebagai kementerian yang berhasil melakukan reformasi birokrasi? Rasanya masih jauh dari sebutan "bersih", karena saat ini sedang terjadi berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang sebagaimana contoh yang dilakukan oleh mantan Dirjen LPE ESDM dan mantan Kepala Sub-Usaha Energi Terbarukan Ditjen LPE ESDM, dalam tender proyek Solar Home System di Kementerian ESDM. Tentu salah satu kasus yang terjadi ini adalah akibat dari belum terciptanya transparansi dan akuntabilitas di Kementerian ESDM.Jika yang terjadi demikian, bagaimana publik bisa dengan mudah memberikan kepercayaan estafet tugas BP Migas ke Kementerian ESDM? Sekali lagi, ini bukan masalah ada atau tidaknya BP Migas, melainkan bagaimana badan independen yang berfungsi sebagai regulator kerja sama migas Indonesia berjalan sesuai dengan kebutuhan migas Indonesia dan mengedepankan kepentingan nasional yang berdasarkan kepada konstitusi kita yaitu UUD 1945. Saat ini tak perlu menyalahkan apa pun dan siapa pun. Mencari solusi yang terbaik adalah penyikapan yang jauh lebih bijak di tengah pro kontra tragedi pembubaran BP Migas ini.Setidaknya terdapat tiga solusi yang dapat diambil oleh pemerintah untuk dijadikan langkah lanjut setelah lahirnya perpres estafet tugas BP Migas kepada Kemetrian ESDM. Pertama, harus dilakukan audit menyeluruh terhadap sistem dan mekanisme berbagai kontrak BP Migas dengan KKKS, apakah benar-benar tidak ada pelibatan pemerintah dalam hal ini kementrian ESDM? Apakah betul-betul hanya BP Migas yang menjadi aktor dalam pengelolaan migas negeri ini? Hal ini penting sebagai evaluasi kapasitas dan kapabilitas kementerian ke depan dalam mengelola migas dengan berbagai aspek penting yang harus menjadi concern ke depan.Melihat kondisi ini pemerintah wajib melakukan pembenahan terhadap birokrasi di Kementrian ESDM. Kedua, menjadikan energi sebagai "The Leading Sector" dalam pembuatan berbagai kebijakan lain karena kebutuhan energi ada di hampir semua kegiatan berkehidupan. Teori ini didasarkan pada esensi energi yang merupakan masa depan dunia sehingga harus ditempatkan sebagai sektor yang paling strategis. Ketiga,membentuk Komite Hulu Migas. Komite ini nantinya akan diisi oleh para stakeholder migas dalam rangka melaksanakan fungsi kontrol pengelolaan migas Indonesia.Namun yang harus digarisbawahi, para pejabat dan anggota di komite ini haruslah melewati proses secara terbuka dan tentu dengan menganut asas merit system. Dengan demikian, lembaga yang baru ini bukan cerminan BP Migas yang hanya "ganti baju", melainkan juga sungguh-sungguh memiliki sistem bekerja yang jauh lebih baik daripada BP Migas.Terlepas dari apa pun solusi yang diambil oleh Pemerintah Indonesia, ada satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ialah memperbaiki political will. Bagaimanapun, kebijakan publik adalah apa pun yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah. Hal ini tentu terkait oleh niat yang dimiliki pemerintah. Jika selama ini pemerintah kita belum menunjukkan keseriusan untuk mengelola migas, maka seharusnya pemerintah bisa lebih berani mengambil sikap terhadap apa pun yang mengancam eksistensi migas Indonesia. Ini semata untuk kepentingan rakyat, dan tak boleh ada konflik kepentingan disini.Bagaimanapun, migas adalah sektor primadona di dunia, praktis aktor politik akan ambil peran dalam hal ini, karena bicara politik adalah bicara kekuasaan dan penguasaan atas migas adalah salah satu variabel penting dalam pencapaian kekuasaan. Hal ini mengingatkan pada pernyataan Menteri Keuangan Jerman pada 1973, ketika terjadi embargo minyak di Eropa oleh Timur Tengah,"When it comes to oil, 90 percent is all about politics, and 10 percent itself is about oil." Pertanyaannya, seberapa besar tragedi BP Migas menjadi titik tolak Pemerintah Indonesia untuk sanggup dan gagah bertarung dalam negosiasi- negosiasi politik migas yang melibatkan kepentingan domestik dan asing. Sekarang, rakyat menunggu dan akan mengawal, sampai di mana keberadaan sumber daya migas Indonesia, benar-benar diperjuangkan untuk semata-mata kepentingan rakyat, bangsa dan negara? Tragedi BP Migas akan menjadi tragedi bangsa jika dibubarkan tanpa solusi nyata. REFERENSI : • http://economy.okezone.com • www.wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar