Laman

Senin, 30 April 2012

KESABARAN

Kesabaran seseorang itu mempunyai batas,setiap manusia tidak ada yang sempurna semua pasti menginginkan lebih dari apa yang dia inginkan.Begitupun halnya sama dengan seseorang yang menunggu suatu kepastian suatu janji dan arah akan hubungan yang jelas mau dibawa kemana dan situasi,lingkungan yang menuntut seseorang untuk membutuhkan suatu kepastian darinya. Pada saat orang tersebut berkata untuk seseorang ini menunggu tetapi orang tersebut tidak memberi jaminan atau keberanian untuk hal yang lebih jelasnya kedepan maka seseorang ini bingung??? pasti,dalam hatinya bertanya-tanya??? jelas ,hubungan yang sebelumnya dan baru pertama kalinya seseorang ini rasakan benar-benar aneh serius dan mempunyai arah tujuan yang jelas dengannya tapi semua hancur sirna ketika ada orang lain yang masuk kedalam hidupnya dan merubah pemikirannya.Memang hal ini dikatakan labil tetapi seseorang ini sudah mendapatkan orang yang berani untuk sebuah kepastian sebuah kejelasan dan tidak ditunda-tunda,singkat cerita seseorang ini menyesal dan dia baru menyadarinya semua setelah orang yang dulu tidak memberi dia kejelasan yang tidak memeberi dia kepastian membencinya dan memutuskan untuk pergi selamnya dari kehidupan seseorang ini . Semua jelas terpampang maksud dan arti dari orang yang dulu hanya diam dan bisa membuktikannya dengan tindakan,diam tetapi memahami apa yang seseorang mau tapi seseorang ini tidak menyadarinya dan tidak sabar untuk menunggunya hingga saat ini seseorang ini sulit bahkan sangat merasa bersalah dan kalau seseorang ini bisa memutar waktu kembali seperti dulu ia mau menunggunya dan sabar terhadapnya.Sulit melupakan orang yang sangat berharga dan sangat memberi warna terhadap kehidupan kita dengan berbagai cara seseorang ini hanya bisa berdoa dan terus berdoa agar dapat dipertemukan kembali dengannya dan memberi penjelasan.Tuhan kirimkanlah aku seseorang yang dapat menyayangiku apa adanya dan jadiakanlah dia seseorang yang diridhoi oleh kedua orang tuaku amin.Penyesalan itu datang memang diakhir maka dari itu untuk kalian yang membacanya sadarilah dan menyesalah di awal sebelum kalian merasakan kehilangan seseorang itu sangat menyakitkan.

Sabtu, 14 April 2012

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI 1. Pengertian sengketa : Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan: Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. 2. Cara-cara penyelesaian sengketa negoisasi Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 30/1999 dirumuskan bahwa “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.  Negosiasi UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai negosiasi. Pada prinsipnya pengertian negosiasi adalah suatu proses dalam mana dua pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan umum melalui kompromi dan saling memberikan kelonggaran. Melalui Negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling menguntungkan (win-win solution) dengan memberikan atau melepaskan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik. Didalam mekanisme negosiasi penyelesaian sengketa harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang bersengketa tanpa melibatkan orang ketiga sebagai penengah, untuk menyelesaikan sengketa. Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat para pihak dan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan.  Mediasi UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Menurut Black’s Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan.  Arbitrase Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat (1 ” arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.” 3. Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi  Negosiasi atau perundingan Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.  Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah: 1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas 2. Biaya yang relatif lebih murah Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah: 1. Kurangnya kepastian hukum 2. Hakim yang “awam” REFERENSI :  http://wartawarga.gunadarma.ac.id  http://www.ekomarwanto.com/

Jumat, 13 April 2012

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1. Pengertian Istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar. 2. Azas dan Tujuan • Azas : Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. • Tujuan : Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen. 3. Kegiatan yang dilarang Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya . 4. Perjanjian yang dilarang • Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. • Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum. • Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut . 5. Hal-hal yang dikecualikan dalam UU anti monopoli • Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau • Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau • Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau • Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau • Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau • Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau • Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau • kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya. 6. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.  Tugas dari KPPU : • Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. • Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. • Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain. 7. Sanksi Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49. REFERENSI :  http://www.scribd.com  http://wartawarga.gunadarma.ac.id  http://id.wikipedia.org

Selasa, 10 April 2012

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen
Setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

2. Azas dan Tujuan
Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
 Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
 Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
• Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
• Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
• Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
• Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
• Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum

3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Adapun hak konsumen diatur didalam Pasal 4 UU PK, yakni:
 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa adalah memperoleh manfaat dari barang/jasa yang dikonsumsinya tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen, serta harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
 Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Tentu saja konsumen tidak mau mengkonsumsi barang/jasa yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya. Untuk itu konsumen harus diberi bebas dalam memilih barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau tipu daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih barang/jasanya.
 Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Sebelum memilih, konsumen tentu harus memperoleh informasi yang benar mengenai barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasanya.
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu kelemahan di barang/jasa yang diproduksi/disediakan oleh pelaku usaha. Sangat diharapkan agar pelaku usaha berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Di sisi yang lain pelaku usaha juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, pelaku usaha memperoleh masukan untuk meningkatkan daya saingnya.

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
 hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
 hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
 hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
 hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
 hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

5. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

6. Klausula baku dalam perjanjian
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan sebagai berikut :
 Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen
 Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen
 Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen
 Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran
 Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen
 Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa
 Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
 Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

7. Tanggung jawab pelaku usaha

Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.

8. Sanksi
 Ganti rugi dalam bentuk :
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
 Pengembalian uang atau
 Penggantian barang atau
 Perawatan kesehatan, dan/atau
 Pemberian santunan
 Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
 Sanksi Pidana :
Kurungan :
 Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
 Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
 Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian

 Hukuman tambahan , antara lain :
 Pengumuman keputusan Hakim
 Pencabuttan izin usaha
 Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
 Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
 Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat.




REFERENSI :
 dikutip dari “http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sanksi”
 http://id.wikipedia.org/wiki/Klausula_Baku
 http://www.tunardy.com/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/

Wajib Daftar Perusahaan

Wajib Daftar Perusahaan

1. Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Wajib daftar perusahaan secara sepintas tampaknya adalah hanya masalah teknis administratif. Namun demikian pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
2. Dalam ketentuan Umum Undang – Undang No.3 tahun 1982 disebutkan bahwa :
Daftar Perusahaan adalah Daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang – undang Wajib Daftar Perusahaan atau UU – WDP dan atau peraturan – peratuaran pelaksanannya , dan atau memuat hal – hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang di Kantor Pendaftaran Perusahaan.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.

3. Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
Ketentuan pasal 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1982, menjelaskan bahwa tujuan Daftar Perusahaan adalah "mencatat" bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari satu perusahaan, dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang suatu perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan.
Selanjutnya ketentuan pasal 4 (a dan b) Undang-Undang No. 3 tahun 1982, menjelaskan bahwa sifat dari Daftar Perusahaan adalah "terbuka untuk semua pihak:". Setiap pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tertentu, dengan membayar biaya dapat memperoleh salinan atau petikan resmi dari perusahaan yang bersangkutan, dan merupakan alat bukti yang sempurna.
Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan mempunyai manfaat sebagai berikut:
a, Bagi pemerintah:
Adanya Daftar Perusahaan sangat penting karena akan memudahkan untuk sewaktu-waktu dapat mengetahui keadaan dan perkembangan dunia usaha yang berada diwilayah negara Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk perusahaan asing. Dengan demikian dapat dilakukan upaya pembinaan dan memberikan perlindungan hukum kepada dunia usaha yang menjalankan usaha secara jujur.
b. bagi dunia usaha:
Adanya Daftar Perusahaan sangat penting untuk mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur (persaingan curang, penyelundupan dll). Daftar Perusahaan juga dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya dan bagi pihak ketiga yang berkepentigan dengan usaha atau perusahaan yang bersangkutan.

4. Kewajiban Pendaftaran

Ketentuan Pasal 6 ayat (1,2 dan 3) Undang-Undang No.3 Tahun1982, menjelaskan bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan, dengan menyerahkan akte pendirian. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah. Perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban melakukan pendaftaran, apabila salah seorang telah melakukan kewajibannya, maka yang lain dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Bagi mereka yang menurut undang-undang diwajibkan untuk melakukan pendaftaran dan mereka sengaja tidak melakukannya, dianggap melakukan kejahatan. Kejahatan yang demikian tersebut termasuk kejahatan di bidang ekonomi, dan menurut pasal 32 Undang-Undang No. 3 Tahun 1982, mereka diancam pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan, dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar Perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, yang berbentuk: badan hukum, persekutuan, perseorangan. Bagi perusahaan besar yang perlu didaftar termasuk kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen perwakilan yang mempunyai wewenang untuk melakukan perjanjian.
Sedangkan yang dikecualikan dari wajib Daftar Perusahaan adalah Perusahaan Jawatan (Perjan) dan perusahaan kecil perseorangan yang dijalankan oleh pengusahanya sendiri dan dibantu oleh anggota keluarganya misalnya kaki lima.


5. Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Ketentuan pasal 10 Undang-Undang No. 3 Tahun 1962, menjelaskan, bahwa Pendaftran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan didirikan dan menjalankan usahanya.
Adapun caranya dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh Menteri, dan diserahkan pada Kantor Daftar Perusahaan yang berada:

 Di tempat kedudukan kantor perusahaan yang bersangkutan
 Di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu, atau kantor anak perusahaan;
 Di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunayi wewenang untuk mengadakan perjanjian;
Apabila karena suatu hal perusahaan tidak dapat di daftar di tempat-tempat tersebut diatas, maka dilakukan pada Kantor Pendaftaran Perusahaan di Ibukota Propinsi.


6. Hal-hal yang wajib didaftarkan
Apabila perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), selain memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Tentang Perseroan Terbatas, diwajibkan menyerahkan akta pendirian, dan hal-hal yang wajib di daftar meliputi:
• Nama dan merek perusahaan
• Tanggal pendirian dan jangka waktu pendirian perseroan
• Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha perseroan serta ijin usaha yang dimiliki
• Alamat perusahaan pada waktu didirikan dan setiap perubahannya serta alamat kantor cabang, kantor pembantu, kantor perwakilan dan agen perusahaan
• Berkaitan dengan pengurus dan komisaris: Nama Lengkap dan Nama lama (apabila nama lengkap tidak sama), Nomor dan tanggal bukti diri, alamat tempat tinggal yang tetap, alamat negara dan tempat tinggal tetap apabila tidak bertempat tinggal di Indonesia, tempat dan tanggal lahir, negara tempat lahir, apabila tidak lahir di Indonessia, kewarganegaraan pada saat mendaftar kewarganegaraan semula, apabila sudah berubah, tanggal mulai menduduki jabatan, tanda tangan
• Lain-lain:
Modal dasar: jumlah dan nilai nominal saham, besarnya modal yang ditempatkan, besarnya modal yang disetor, tanggal dimulainya kegiatan usah, tanggal dan pengesahan badan hukum dan tanggal pengajuan pendaftaran.
















REFERENSI :
 http://jaggerjaques.blogspot.com/2011/05/dasar-hukum-wajib-daftar-perusahaan.html
 http://ehukum.com/index.php/hukum-bisnis/26-tujuan-sifat-dan-manfaat-wajib-daftar-perusahaan